BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang tidak asing
lagi bagi masyarakat Indonesia, bahan makanan ini memiliki kelebihan yaitu
mengandung asam amino essensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai
biologisnya mencapai 90% dengan jaringan pengikat sedikit sehingga mudah
dicerna, selain itu harganya jauh lebih murah dibandingkan sumber protein
lainnya (Adawyah, 2007).
Menurut (Moeljanto, 1992), hasil perikanan merupakan
komoditi yang cepat mengalami kemunduran mutu, atau mengalami pembusukan,
karena ikan mempunyai kandungan protein (18-30 %) dan air yang cukup tinggi
(70-80%) sehingga merupakan media yang baik bagi perkembangan bakteri pembusuk.
Disisi lain di Indonesia letak pusat-pusat produksi Ikan, sarana distribusi dan
pola penyebaran konsumen serta pabrik-pabrik penghasil olahan perikanan
menuntut agar ikan dapat bertahan hingga 3 hari (Murniyati dan Sunarman 2000).
Salah satu jenis pengolahan yang dapat digunakan untuk
menghambat kegiatan zat-zat mikroorganisme adalah pengasapan ikan, selain
bertujuan memberikan manfaat untuk mengawetkan ikan pengolahan ikan dengan cara
pengsapan juga memberi aroma yang sedap, warna kecoklatan atau kehitaman,
tekstur yang bagus serta cita rasa yang khas dan lezat pada daging ikan yang
diolah (Wibowo, 1996). Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen
untuk mengkonsumsi olahan tersebut, sehingga pengolahan ikan asap bisa menjadi
usaha yang mempunyai prospek yang bagus dan menguntungkan untuk ditekuni.
1.2 Tujuan
Tujuan dalam penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi
tugas individu dan untuk mengetahui proses pengasapan ikan di Desa Tulango, Kec
Tilango
BAB II
TEORI DASAR
2.1. Klasifikasi
Ikan Terbang dan Ikan Julung-julung
1. Ikan Terbang
Klasifikasi
Ilmiah :
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Actinopterygii
Ordo: Beloniformes
Famili:
Exocoetidae
Ikan terbang adalah jenis ikan laut yang dapat melayang di
udara, di atas permukaan air laut. Ikan terbang dapat dilihat terbang di atas
permukaan air laut di perairan tropis dan subtropis di seluruh dunia. Ikan
terbang biasanya hidup dalam kelompok dan saat terbang mereka membentuk formasi
unik yang bermanfaat untuk mendapatkan efisiensi aerodinamik saat terbang.
Ikan Terbang dalam bahasa ilmiahnya dikenal dengan nama Hirundichthys
Oxycephalus merupakan
salah satu komponen ikan pelagis yang ditemukan di perairan tropis dan sub
tropis dengan kondisi perairan tidak keruh dan berlumpur serta dibatasi oleh
isotetherm 20oC. Ikan terbang hidup dipermukaan laut, termasuk
perenang cepat, menyukai cahaya pada malam hari dan mampu meluncur keluar dari
permukaan air dan melayang di udara dengan sangat cepat. Ikan terbang
menggunakan tubuh aerodinamisnya untuk menembus permukaan air pada kecepatan
tinggi dan siripnya yang besar dan aneh berfungsi seperti sayap untuk
menjaganya tetap melayang di atas gelombang.
Ikan terbang pada dasarnya bukanlah hewan terbang, seperti
burung, tapi hanya melayang di permukaan air laut. Ikan terbang dengan mudah
dapat menempuh jarak hingga 200 meter atau lebih dan dapat mencapai ketinggian
yang lumayan tinggi untuk bisa mendarat di dek kapal. Bisa kita bayangkan
dengan jarak yang bisa ditempuh sejauh 200 meter bahkan bisa lebih, ikan
terbang berada di atas permukaan air laut dimana pada saat di udara ikan tidak
bisa bernafas ataupun menggunakan insangnya. Satu bukti bahwa ikan terbang ini
mempunyai insang dan sirip yang luar biasa.
Ciri-ciri
Morfologi
Panjang tubuh ikan terbang (Hirundichtys Oxycephalus) 3,9-4,1 kali panjang kepala dan
5,8-6,4 kali tinggi tubuh dan memiliki panjang rata-rata 18cm. Tubuhnya bulat
memanjang seperti cerutu, agak termampat pada bagian samping. Bagian atas tubuh
berwarna gelap, bagian bawah tubuh mengkilap, hal ini bertujuan untuk
menghindari pemangsa baik dari udara maupun dari air.
Sirip dorsal dan anal transparan, sirip ekor abu-abu, sirip
ventral keabu-abuan di bagian atas dan terang di bagian bawah, sirip pectoral
abu-abu tua dengan belang-belang pendek. Sirip pectoral panjang dan dapat
diadaptasikan untuk melayang dan mengandung banyak duri lemah dengan duri
pertama tidak bercabang dan sisanya bercabang. Duri-duri lemah pada sirip
dorsal berjumlah 10-12, pada sirip anal 1-12, pada sirip pectoral 14-15 dengan
sirip pertama tidak bercabang.
Sirip ventral tidak mencapai sirip dorsal dengan pangkal
sirip ventral lebih dekat ke ujung posterior kepala daripada ke pangkal ekor.
Sirip pectoral mencapai belakang sirip dorsal. Sirip ekor cagak (deeply emarginated) dengan
sirip bagian bawah lebih panjang. Garis lateral terletak pada bagian bawah
tubuh. Sisik sikloid berukuran relative besar dan mudah lepas dengan sisik
pradorsal 32-37 buah dan jumlah sisik pada poros tubuh 51-56 buah.
2. Ikan Julung-julung
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Actinopterygii
Order : Beloniformes
Family : Hemiramphidae
Genus : Hemiramphus
Spesies :
Hemiramphus far
Julung-julung (suku Hemiramphidae) adalah
sekelompok ikan penghuni permukaan (zona epipelagik) yang tersebar luas menghuni perairan hangat dunia.
Terdapat dua anak suku, yang pertama adalah Hemiramphinae, khusus menghuni
lautan, dan Zenarchopterinae, yang menghuni perairan darat dan estuarin. Julung-julung memiliki ciri khas yang
menjadi petunjuk penting: rahang bawahnya meruncing ke
depan, lebih panjang daripada rahang atasnya.
Julung-julung merupakan sumber pangan
pada sejumlah tempat, meskipun nilainya tidak terlalu tinggi. Beberapa jenisnya
merupakan ikan akuarium. Di alam,
julung-julung merupakan mangsa bagi hiu, ikan todak, serta makerel. Beberapa
spesies julung-julung air tawar adalah endemik di Pulau Sulawesi.
Morfologi
Bentuk tubuh berbentuk pipih memanjang seperti silindris
atau pipa. Kepala bersisik, rahang bawah lebih panjang dari rahang atas dan
bagian ujungnya, bibir tipis. Gurat sisi sempurna, memanjang mulai dari bawah
tutup insang dan berakhir dipertengahan pangkal sirip ekor, tidak membentuk
rigi pada batabb ekor. Ikan ini pada umumnya berkumpul dekat permukaaan air dan
melompat ke luar air
2.2. Prinsip
Pengasapan
Pengasapan merupakan cara pengolahan
atau pengawetan dengan memanfaatkan kombinasi perlakuan pengeringan dan
pemberian senyawa kimia alami dari hasil pembakaran bahan bakar alami. Melalui
pembakaran akan terbentuk senyawa asap dalam bentuk uap dan butiran-butiran tar
serta dihasilkan panas. Senyawa asap tersebut menempel pada ikan dan terlarut
dalam lapisan air yang ada di permukaan tubuh ikan, sehingga terbentuk aroma
dan rasa yang khas pada produk dan warnanya menjadi keemasan atau kecoklatan
(Wibowo, 1996).
Menurut
Afrianto, dan Liviawati
(1991) dalam proses pengasapan ikan, unsur
yang paling berperan adalah asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu.
Berdasarkan penelitian laboratorium, asap mempunyai kandungan kimia sebagai
berikut : air, asam asetat, alkohol, aldehid, keton, asam formiat, phenol,
karbon dioksida.
Ternyata yang
dapat meningkatkan daya awet ikan dalam proses pengasapan bukan asap, melainkan
unsur–unsur kimia yang terkandung dalam asap. Unsur kimia itu dapat berperan
sebagai :
v Desinfektan yang menghambat pertumbuhan atau
membunuh mikroorganisme penyebab pembusukan ikan yang terdapat dalam tubuh
ikan.
v Pemberi warna
pada tubuh ikan, sehingga ikan yang telah diawetkan dengan proses
pengasapan berwarna kuning keemasan dan dapat membangkitkan selera konsumen.
Menurut Oki dan Heru (2007) kulit ikan yang sudah diasapi biasanya akan menjadi
mengkilap. Hal ini
disebabkan karena terjadinya reaksi-reaksi kimia di antara zat-zat yang
terdapat dalam asap, yaitu antara formaldehid dengan phenol yang menghasilkan
lapisan damar tiruan pada permukaan ikan sehingga menjadi mengkilap. Untuk
berlangsungnya reaksi ini diperlukan suasan asam dan asam ini telah tersedia di
dalam asap itu sendiri.
v Bahan pengawet,
karena unsur kimia yang terkandung dalam asap mampu memberikan kekuatan
pada tubuh ikan untuk melawan aktivitas bakteri penyebab ketengikan.
2.3. Tujuan pengasapan
Menurut Wibowo (1996) pada dasarnya,
ada dua tujuan utama dalam pengasapan ikan. Tujuan pertama untuk mendapatkan
daya awet yang dihasilkan asap. Tujuan kedua yaitu untuk memberikan aroma yang
khas tanpa peduli daya awetnya. Ketelitian pekerjaan dari setiap tahap
serta jenis dan kesegaran ikan akan menentukan mutu hasil asapan. Kesegaran
atau mutu bahan mentah perlu diperhatikan sebab akan menentukan mutu produk
ikan asap yang dihasilkan.
2.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Pengasapan Ikan
Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi pengasapan (Wibowo, 1996), antara lain :
a. Suhu Pengasapan
Pada awal
pengasapan, ikan masih basah dan permukaan kulitnya diselimuti lapisan air.
Dalam keadaan ini asap akan mudah menempel pada lapisan air permukaan ikan.
Agar penempelan dan pelarutan asap dapat berjalan efektif, suhu pengasapan awal
sebaiknya rendah. Jika dilakukan pada suhu tinggi, lapisan air pada permukaan
tubuh ikan akan cepat menguap dan daging ikan akan cepat matang. Kondisi ini
akan menghambat proses penempelan asap sehingga pembentukan warna dan aroma
asap kurang baik. Setelah warna dan aroma terbentuk dengan baik, suhu
pengasapan dapat dinaikkan untuk membantu proses pengeringan dan pematangan
ikan.
b. Kelembaban Udara
Kisaran kelembaban udara (Rh) yang
ideal untuk pengasapan adalah 60% - 70% dan suhunya sekitar 29°C. Jika Rh yang
lebih tinggi dan 79% proses pengeringan selama pengasapan berjalan lambat
karena panas dari hasil pembakaran masih belum mampu mengurangi kelembaban. Sebaliknya jika
Rh kurang dari 60%, permukaan ikan akan terlalu cepat matang.
c. Jenis
Kayu
Jenis kayu
menentukan mutu asap yang dihasilkan dan pada akhirnya menentukan mutu ikan
asap. Untuk pengasapan dingin sebaiknya menggunakan serbuk gergaji dari jenis
kayu keras sedangkan untuk pengasapan panas menggunakan batang atau potongan
kayu keras dari jenis separo kayu jati. Jenis- jenis kayu yang mengandung resin
atau damar seperti kayu pinus kurang baik untuk pengasapan karena menghasilkan
rasa pahit pada ikan, sehingga tidak enak untuk dikonsumsi.
d. Perlakuan sebelum pengasapan
Biasanya dengan
penggaraman ikut menentukan mutu pengasapan. Faktor lain yang berpengaruh
adalah mutu ikan yang akan diasap, jumlah asap dan ketebalan asap. Mutu ikan akan
berpengaruh karena bila ikan yang diasap sudah mengalami kemunduran mutu maka
produk yang dihasilkan juga akan tidak sesuai dengan harapan. Sedangkan jumlah
asap dan ketebalan asap akan berpengaruh pada cita rasa, bau dan warna. Semakin
tebal asap semakin baik pula produk yang akan dihasilkan.
2.5.
Jenis-Jenis Pengasapan
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000) Pengasapan dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu pengasapan panas (hot smoking) dan
pengasapan dingin (cold smoking), namun dewasa ini seiring dengan
perkembangan jaman pengasapan juga bisa dilakukan dengan pengasapan elektrik
serta pengasapan cair (liquid). Lebih jelas mengenai jenis - jenis
pengasapan adalah sebagai berikut :
2.5.1.
Pengasapan Panas
Menurut Abu Faiz (2008) Pengasapan
panas (hot smoking) adalah proses pengasapan ikan dimana akan diasapi
diletakkan cukup dekat dengan sumber asap.Suhu sekitar 70–100 oC,
lamanya pengasapan 2 – 4 jam
Pengasapan panas dengan mengunakan suhu
pengasapan yang cukup tinggi, yaitu 80-90oC. Karena suhunya tinggi,
waktu pengasapan pun lebih pendek, yaitu 3-8 jam dan bahkan ada yang hanya 2
jam. Melalui suhu yang tinggi, daging ikan menjadi masak dan perlu diolah
terlebih dahulu sebelum disantap.
Suhu pengasapan yang tinggi mengakibatkan enzim menjadi
tidak aktif sehingga dapat mencegah kebusukan. Proses pengawetan tersebut
juga dikarenakan karena asap. Jika suhu yang digunakan 30-50oC maka disebut
pangasapan panas dengan suhu rendah dan
jika suhu 50-90oC, maka disebut
pangasapan panas pada suhu tinggi (Adawyah, 2007).
2.5.2.
Pengasapan Dingin
Menurut Abu Faiz (2008) Pengasapan dingin (cold smoking)
adalah proses pengasapan dengan cara meletakkan ikan yang akan diasap agak jauh
dari sumber asap (tempat pembakaran kayu), dengan suhu sekitar 40 – 50 oC
dengan lama proses pengasapan beberapa hari sampai dua minggu. Menambahkan
pengertian tersebut pengasapan dingin merupakan cara pengasapan pada suhu
rendah, yaitu tidak lebih tinggi dari suhu 33oC (sekitar 15-33oC).
Waktu pengasapannya dapat mencapai 4-6 minggu. Penggunaan suhu rendah
dimaksudkan agar daging ikan tidak menjadi masak atau protein didalamnya tidak
terkoagulasi. Akibatnya ikan asap yang dihasilkan masih tergolong setengah
masak sehingga sebelum ikan asap disantap masih perlu diolah kembali menjadi
produk siap santap (Adawyah, 2007).
Dari tulisan di atas maka dapat disimpulkan perbedaan antara
pengasapan panas dan pengasapan dingin, adalah sebagai berikut :
Tabel 1 : Beberapa perbedaan pengasapan panas dan
pengasapan dingin
Jenis
pengasapan
|
Temperetur
|
Waktu
|
Daya
awet
|
Pengasapan
dingin
|
40-50°C
|
1-2
minggu
|
2-3
minggu sampai bulan
|
Pengasapan
panas
|
70-100°C
|
Beberapa
jam
|
Beberapa
hari
|
Sumber
: (Murniyati dan Sunarman, 2000)
2.5.3.
Pengasapan Elektri
Ikan asap dengan asap dari pembakaran
gergaji (serbuk gergaji) yang dilewatkan medan listrik dengan tegangan
tinggi. Ikan pun mengalami tahap pengeringan untuk mempersiapkan permukaan ikan
menerima partikel asap, kemudian tahap pengasapan, dan tahap pematangan. pada
ruang pengasap dipasang kayu melintang dibagian atas dan dililiti
kabel listrik. Ikan digantung dengan kawat pada kayu berkabel listrik tersebut
(Adawyah, 2007).
2.5.4.
Pengasapan cair
Menurut Susanti, M, Hatmodjo, dan Kurniawan (2009) proses
pengasapan secara langsung yang umum dilakukan oleh perajin ikan asap
memiliki kelemahan, di antaranya produksi asap sulit dikendalikan dan pencemaran
asap dapat mengganggu kesehatan pekerja dan lingkungan. Untuk mengatasi masalah
tersebut, perlu diupayakan proses pengasapan yang aman dan bebas pencemaran,
tetapi tujuan proses pengasapan tetap tercapai. Salah satu alternatif ialah
pengasapan menggunakan asap cair, yaitu dispersi uap dalam cairan sebagai hasil
kondensasi asap dari pirolisis kayu. Menurut (Mubarokhah, 2008) asap cair atau
liquid smoke merupakan kondensat alami bersifat cair dari hasil pembakaran kayu
yang mengalami aging dan filtrasi untuk memisahkan senyawa tar dan bahan-bahan
yang tidak diinginkan lainnya.
Asap liquid pada dasarnya merupakan asam
cukanya (vinegar) kayu yang diperoleh dari destilasi kering terhadap
kayu. pada destilasi tersebut, vinegar kayu dipisahkan dari tar dan hasilnya
diencerkan dengan air lalu ditambahkan garam dapur
secukupnya, kemudian ikan direndam dalam larutan asap tersebut selama beberapa
jam. Faktor penting yang perlu diperhatikan pada pengasapan liquid,
adalah konsentrasi, suhu larutan asap, serta waktu perendaman, setelah itu
ikan dikeringkan ditempat teduh ( Adawyah, 2007). Senyawaan
hasil pirolisa itu dari
asap cair merupakan kelompok fenol, karbonit dan kelompok asam yang
secara simultan mempunyai sifat antioksidasi dan antimikroba. Kelompok-kelompok
itu mampu mencegah pem-bentukan spora dan pertumbuhan bakteri dan jamur serta
menghambat kehidupan bakteri dan jamur serta menghambat kehidupan virus.
Sifat-sifat itu dapat dimanfaatkan untuk pengawetan makanan (Waluyo, 2002). Kelebihan
penggunaan asap cair dalam pengasapan adalah:
Ø Beberapa aroma
dapat dihasilkan dalam produk yang seragam dengan konsentrasi yang lebih tinggi
Ø Lebih intensif dalam pemberian aroma
Ø Kontrol hilangnya aroma lebih mudah
Ø Dapat
diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan
Ø Dapat digunakan
oleh konsumen pada level komersial
Ø Lebih hemat
dalam pemakaian kayu sebagai sumber asap
Ø Polusi lingkungan dapat diperkecil
Ø Dapat diaplikasikan ke dalam
berbagai kehidupan seperti penyemprotan, pencelupan, atau dicampurkan langsung kedalam
makanan
Menurut Pakan dalam Adawyah
(2007), alat pembuat asap cair dapat dibuat dari dua buah drum yang dihubungkan
oleh pipa, berfungsi mengalirkan asap dari drum tempat pembakaran kayu ke drum
yang berfungsi untuk mendinginkan asap sehingga dihasilkan asap cair. Drum yang
berfungsi sebagai pendingin diisi dengan air untuk membantu proses pendinginan
asap.
BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum
peralatan pengolahan ini dilaksanakan di Desa Tualango, Kecamatan Tilango Kabupaten
Gorontalo, pada Hari Kamis Tanggal 7 Juni 2012, pukul 09.00 sd selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Adapun
alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Kamera
2. Alat tulis menulis
3. Ikan Asap
3.2 Prosedur Kerja
Dalam
praktikum ini, praktikan hanya melakukan pengamatan dan wawancara atau tanya
jawab dengan pihak pengelolah pengasapan ikan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Status Usaha
Usaha
pengasapan ini merupakan usaha turun termurun, bisa dikatakan usaha pengasapan ini
adalah warisan dari nenek moyang, jadi usaha ini memang sudah lama dijalankan
oleh orang tua dari pak Hamza yang kemudian sudah beralih menjadi usaha milik
pak Hamza, usaha pengasapan ini terdiri dari 4 orang karyawan. Keempat orang
karyawan tersebut merupaka keluarga dari pak Hamza itu sendiri, usaha tersebut
sudah lama ditangani oleh pak Hamza dan sekarang beliau sudah berumur 42 tahun,
jadi beliau bisa dikatakan hidup dengan usaha ikan asap yang sudah 42 tahun
beliau kenal.
Bicara
tentang untung rugi, tentu saja pak Hamza memperoleh keuntungan besar dari usah
pengasapan tersebut, karena kehidupan beliau bisa dibilang sejahtera meskipun
terlihat sangat sederhana tapi paling tidak ada usaha yang dapat memberikan
mereka makan.
Pak
Hamza pernah mengalami kerugian 1 tahun yang lalu pada saat itu sudah masuk
pertengahan tahun, pak Hamza mengalami kerugian kurang lebih 40 juta. Kerugian
tersebut diakui oleh pak Hamza karena kesalahan perhitungan, pada saat itu
terjadi krisis bahan baku, kalaupun ada pasti harganya mahal, karena pasokan /
supali bahan baku dari tempat langganan pak Hamzah tidak ada maka beliau
mencari bahan baku ditempat yang lain, dan menemukan dengan harga yang mahal,
tanpa berfikir banyak pak Hamza membeli ikan tersebut dengan harga yang mahal,
karen beliau mengira akan mendapatkan untung besar jika ikan-ikan tersebut
dijual ditempat yang tidak ada ikan sama sekali. Keesokan harinya belum sempat
ikan yang dibeli dengan harga yang mahal dijual bahan baku sudah mulai lancar
dan melimpah, dan harga ikan-ikan asappun mulai turun, dan disitulah puncak
kerugian yang dialami oleh pak Hamza.
4.2 Konstruksi Tempat Pengasapan
Dalam
tempat pengasapan tersebut hanya terdapat 2 ruangan utama, karena usaha
pengasapan ini merupakan usaha pengasapan ikan yang masih masih tradisional dan
berskala rumah tangga. 2 ruangan tersebut adalah ruangan proses atau ruangan
penerimaan bahan baku ikan dan ruangan pengasapan. Dalam ruangan pengasapan
terdapat dua para-para pengasapan dengan ukuran yang berbeda, satu ukurannya
kecil dan yang satunya lagi berukuran agak besar, untuk para-para pengasapan
yang berukuran kecil digunakan apabila ikan yang masuk dalam hanya berjumlah
sedikit, dan apabila ikan yang masuk dalam jumlah besar maka diasapi di
para-para pengasapan yang berukuran agak besar. Bangunan ini hanya berukuran
6x4,5 meter, dengan ukuran ruangan pengasapan 3x4 meter. Bangunan tersebut
hanya terdapat 2 buah pintu dan 1 buah daun pintu, daun pintu tersebut
terdapat pada pintu utama tanpa ada
ventilasi dan jendela, karena memang ruangan ini diusahakan tertutup. Banguna
atau rumah asap ini terbuat dari bahan kayu yang berasal dari pohon kelapa
dengan dinding beton atau batako, sedangkan lantainya di cor dengan campuran
semen dan pasir. Bangunan tersebut dapat dibilang sebagai bangunan semi
permanen.
Diluar
dari runangan tersebut ada sebuah teras yang menjadi tempat para karyawan untuk
menjaga ikan selama dalam proses pengasapan, disamping daripada ruangan
pengasapan tersebut terdapat 1 buah sumur, 1 buah kamar mandi dan 1 buah toilet
(wc). Dan beberapa tempat tinggal warga yang sangat berdekatan dengan tempat
pengasapan.
4.3 Jenis Ikan dan
Bahan Bakar Pengasapan
Dalam
usaha pengasapan ikan tersebut ada dua jenis ikan yang dijadikan sebagai bahan
baku yaitu ikan roah dan ikan juling-juling, namun ikan juling-juling ini
sifatnya musiman jadi untuk bahan baku ikan tersebut susah untuk diperoleh,
dalam usaha ini bapak Hamza pemilik usah pengasapan menerima bahan baku sudah
dalam keadaan di asap namun sistem pengasapan yang tidak sempurna sehingga pak
Hamza masih harus melakukan pengasapan kembali namun sifatnya hanya lebih
memantangkan ikan dan supaya daya awet ikan akan lebih lama dan tahan sampai
kurang lebih 6 bulan, ikan yang diterima pak Hamzah ini berasal dari berbagai
daerah bahkan ada yang berasal dari sulawesi tengah dan sulawesi utara tepatnya
di kotamobagu kabupaten bolaang mongondow selatan, pak Hamza memperoleh bahan
baku dari daerah tersebut karena ada orangnya pak Hamza yang ditugaskan untuk
menampung ikan di tempat tersebut, sehingga ikan-ikan dikirim dalam keadaan
setengah matang.
Alat
yang digunakan untuk mengemas atau menjepit ikan supaya mudah untuk diasapi
yaitu bambu curuit, pak Hamza tidak ragu untuk menerima bahan baku yang berasal
dari daerah tetangga (sulawesi tengah dan sulawesi utara) karena karyawan yang bekerja disana merupakan
karyawan yang berasal dari Provinsi Gorontalo tepatnya berasal dari Kecamatan
Paguyaman Desa Bubaa.
Bicara
mengenai kualitas bahan baku yang baik, pak Hamza mengatakan bahwa bahan baku
yang berasal dari kotamobagu kualitasnya lebih baik dan ukuran ikannya lebih
besar (gros). Faktor yang mempengaruhi penyebab ikan yang berasal dari
kotamobagu tersebut merupakan kualitas terbaik tidak diketahui secara jelas,
tapi mungkin daerah tempat ikan tersebut hidup merupakan daerah yang keadaan
lautnya masih terjaga dengan baik sehingga sumber makanan untuk ikan yang
dijadikan bahan baku untuk pengasapan ini masih tergolong banyak, dan belum
terjadi penangkapan ikan yang masih kecil secara liar dengan mengguanakan bom
atau bius ikan.
Salah
satu faktor yang mempengaruh kualitas ikan asap tersebut baik adalah penggunaan
bahan bakar pengasapan, karena ikan yang diterima pak Hamza sudah dalam keadaan
diasap maka faktor utama yang menentukan kualitas rasa dan aroma tergantung
dari perlakuan pengasapan pertama dan jenis bahan bakar yang digunakan pelaku
pengasapan ikan pertama. Setelah ikan sampai ditangan pak Hamza, pak hamza
hanya melakukan pengasapan selanjutnya untuk lebih mematangkan dan
memperpanjang daya simpan ikan tersebut hanya dengan mengguanakan bahan bakar
pengasapan dari tongkol milu, setelah ditanya mengenai pengaruh bahan bakar tehadap rasa ikan asap maka pak Hamza
menjawab bahwa bahan bakar yang digunakan tidak berpengaruh sama sekali, hal
ini sudah berlawana dengan teori yang didapatkan oleh mahasiswa dibangku
kuliah. Pak Hamza juga mengatakan bahwa selain tongkol jagung yang digunakan
sebagai bahan bakar, beliau pun menggunakan kayu bakar yang biasa digunakan
oleh ibu-ibu rumah tangga untuk memasak nasi, lauk dan sebagainya, namun bahan
bakar tersebut hanya digunakan untuk memancing agar api cepat membesar.
4.4 Alur Proses Produksi
1.
Penerimaan bahan
Ikan-ikan
yang diterimah sudah dalam keadaan diasap setengah matang tersebut di pacal
diruangan muka atau ruangan penerimaan bahan baku, sebelum dilakukan pengasapn
selanjutnya. Ikanj-ikan tersebut diterima sudah dalam keadaan dikemas atau
dijepit dengan bambu curuit, sehingga proses yang akan dilakukan oleh pak Hamza
tidak terlalu merepotkan.
2.
Sortir
Setelah ikan-ikan diterima dan sebelum diasapi
ikan-ikan tersebut disortir berdasarkan kualitas, ikan-ikan yang kualitasnya
baik akan dipisahkan dari ikan-ikan yang masih mengeluarkan darah. Hal tersebut
diasebabkan oleh proses pengasapan yang pertama tidak berlangsung secara baik.
Karena pak Hamzah harus melakukan proses pengasapan selanjutnya sehingga sortir
dilakukan hanya berdasarkan kualitas tanpa melihat ukuran dan jumlah dari ikan
tersebut, karena sudah dalam keadaan dikemas.
3.
Pengasapan
Ikan-ikan
yang tidak mengeluarkan darah lagi berarti kualitasnya baik, ikan-ikan hasil
sortiran yang kualitasnya baik akan diasapi secara bersusun sampai membentuk
tumpukan yang rapi dan teratur, sebaliknya ikan-ikan yang masih mengeluarkan
darah diasapi tanpa berlapis-lapis atau tidak bersusun, karena dikhawatirkan
darah yang dikeluarkan oleh ikan tersebut dapat mengotori ikan-ikan yang
susunanya ada di bawah sehingga dapat mengakibatkan kualitas hasil akhir dari
pengasapan tidak baik.
Dalam ruangan
pengasapan terdiri atas dua para-para pengasapan dengan ukuran yang berbeda,
satu ukurannya kecil dan yang satunya lagi ukurannya agak besar. Untuk yang
ukurannya kecil digunakan untuk mengasapi ikan-ikan yang ap-abila ikan masuk
dalam jumlah sedikit, dan yang ukurannya besar untuk mengasapi ikan yang
apabila masuk dalam jumlah besar.
Lama waktu
pengasapan ikan ini hanya kurang lebih 3-4 jam, setelah ikan disortir kemudian
diasapi, lama waktu pengasapannya kurang lebih sampai 4 jam stelah itu ikan
dibalik dan diasapi hanya sampai kurang lebih 3 jam, untuk usaha pengasapan
lama pengasapan 3-4 jam relatif cepat, karena pak Hamza hanya melanjutkan
proses pengasapan ikan-ikan tersebut dengan tujuan untuk lebih mematangkan dan
memperpanjang daya simpan ikan tersebut.
4.
Pemasaran
Ikan-ikan asap milik pak Hamza hanya dijual di
pasar-pasar lokal tanpa ada yang diekspor, bahkan untuk pasaran keluar daerah
tidak ada, karena ikan asap tersebut banyak diminati oleh masyarakat provinsi
gorontalo pada umumnya dan masyarakat sekitar tempat pengasapan pad khususnya,
bahkan ada konsumen yang datang langsung ketempat pengasapan untuk membeli ikan
asap tersebut. Sistem pemasarannya tidak sama dengan sistem pemasaran untuk
pabrik-pabrik pengolahan ikan yang lain, kalau pada pabrik pengolahan modern
mereka menggunakan sistem FIFO (first in first out), beda halnya dengan sistem
pemasaran pada usaha pengasapan ikan ini, sistem pemasaran dalam usaha ini
tergantung konsumen, kalau konsumen minta ikan asap yang baru maka pak Hamza
pun menjual ikan Asap yang baru diasap.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari penguraian materi pada bab
sebelumnya dapat di simpulkann bahwa Industri rumah tangga dalam hal pengolahan
hasil perikanan dengan pengasapn adalah pengolahan hasil perikanan yang
dilakukan dengan karyawan yang terdiri dari anggota rumah tangga, dengan titik
daerah pemasran hanya bertumpuh pada pasar sebagai daerah pemasaran, sehingga
diperlukan strategi pemasaran untuk meluaskan daerah pemasaran sehingga usaha
tersebut dapat lebih berkembang. Sanitasi dan higiene juga harus lebih
diperhatikan sehingga produk uang dihasilkan tidak membahayakan konsumen.
5.2. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan
penulis adalah seperti kita ketahui bahwa setiap industri rumah
tangga kendala yang pertama adalah suplai bahan baku dan modal, jadi penulis
menyarankan agar kiranya pelaku usaha yang berskala industri rumah tangga
tersebut harus dapat memasok bahan baku dalam jumlah yang lebih besar dan
meningkatkan jumlah modal sehinnga usaha tersebut dapat dikembangkan menjadi
usaha yang berskala menengah, selain itu juga kebersihan dan pemasaran agar
menjadi perhatian khusus.
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, Rabiatul. 2007. Pengolahan
dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Bloom,
P.N dan Boone, L.N. 2006. Strategi Pemasaran Produk.
Prestasi Pustaka. Jakarta.
Moeljanto.
1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Nainggolan, E.
2009. Morfologi Ikan Tongkol .http:// www.scribd.com / doc / 32301208/ Laporan-Tongkol / [14
Oktober 2010]
Departemen Kelautan dan Perikanan
Banten. 2007. Meraih Peluang Usaha Dengan Membuat Ikan Asap. http://www.dkp-banten.go.id/news/?p=1 [14 Oktober 2010]
Anonim, 2012.http://hobiikan.blogspot.com/2009/06/ciri-ciri-dan-klasifikasi-ikan-terbang.html (Berita Online). Diakses tanggal 9 Juni 2012
Anonim, 2012. http://id.wikipedia.org/wiki/Julung-julung (Berita Online). Diakses tanggal 9 Juni 2012
Salah satu laporan dengan penyajian terbaik.. :-)
BalasHapusSands Casino & Hotel
BalasHapusRestaurants · Promotions · Casino · Awareness 샌즈카지노 · 카지노사이트 News · Entertainment · 메리트카지노총판 Dining · Entertainment